Aku: Manusia Adalah Makhluk Menyampah!!

Oleh : henry ‘green’

Ditulis saat cuaca tidak menentu, terasa panas tapi dingin, terasa dingin agak panas, sama seperti riwayat bumi yang sudah tidak karuan lagi. Sementara hanya sedikit manusia yang sadar dan mau peduli.

TPA (Tempat Pembuangan asal-asalan) Sampah!

Manusia dalam kehidupannya selalu menimbulkan sampah. percaya atau tidak terserah, paling tidak ada anggapan dari filsuf-filsuf yang mengatakan bahwa manusia adalah ‘makhluk menyampah’. Sampah merupakan sisa-sia energy yang tidak dapat digunakan lagi untuk pemenuhan kebutuhan. Pada kenyataannya sampah yang dihasilkan oleh manusia tidak pernah diperhatikan pengelolaannya. Manusia yang hobi menyampah lebih senang membuang sampah secara asal-asalan. Padahal jika sampah tidak pernah diperhatikan akan memberikan umpan balik kepada lingkungan manusia. Seperti halnya di kota bandung, banyak sampah yang menggunung di sudut-sudut kota sehingga menimbulkan aroma yang tidak enak. Selain itu, masalah sampah yang tidak dikelola dengan benar akan memberikan pemandangan tidak sehat. Masalah sampah dan sampah yang jadi masalah tidak akan pernah berakhir sampai kapanpun selama manusia tidak mau memahami hakekat sampah. Selain di kota bandung, Terdapat kota besar lain yang memiliki kebiasaan untuk menyampah yaitu kota Jakarta.

“Budaya menyampah terlahir dari kebiasaan (habitus) manusia mengkonsumsi makanan atau apapun secara berlebihan”.

Jakarta terkenal dengan kota metropolitan yang terlalu bangga dengan penyampahannya. Menyampah ternyata menjadi budaya masyarakat Jakarta begitu pula kota lainnya. Budaya menyampah terlahir dari kebiasaan (habitus) manusia mengkonsumsi makanan atau apapun secara berlebihan. Konsumsi yang berlebih itu mau tidak mau menghasilkan sampah yang jumlahnya pun sama dengan awalnya. Masyarakat Konsumtif inilah yang senang menyampah. Perilaku konsumtif yang tidak diikuti dengan kebiasaan untuk peduli terhadap sampah dan lingkungan menghasilkan dampak negative yang akan mengenai dirinya sendiri. Banjir di Jakarta adalah contoh sederhanya dampak langsung yang mengenai makhluk menyampah. Kali ciliwung yang dulunya bersih namun nasibnya kini tidak karuan. Air yang tadinya jernih dan bersih namun kini telah berubah warna menjadi hitam dan berbau. Dahulu banyak ikan yang masih meramaikan kali ciliwung. Namun kini yang terlihat hanya sampah yang memadati kali ciliwung. Setiap musim hujan tiba maka bersiap-siaplah mengungsi karena banjir segera datang. Kasian sekali ya manusia menyampah itu!harus menerima akibat dari perilakunya sendiri. Tapi memang harus begitu!.adil kan? Siapa yang berbuat dia yang menanggung akibatnya!. Mau mencoba?silakan. boleh-boleh saja.

Nasib yang paling mengenaskan dan tidak mengenakkan yaitu penderitaan warga tetangga Jakarta. Sampah dari Jakarta dialihkan alias dibuang negeri tetangga yaitu ke TPA (tempat pembuangan asal-asalan) Bantar gebang bekasi sebagai sebuah tempat asal-asalan pembuangan sampah warga Jakarta. Menurut sunu hardiyanto[i] satu orang warga Jakarta dalam sehari menghasilkan 2,7 kg sampah. Maka dalam hitungan dalam 1 hari orang-orang yang tinggal di Jakarta akan menghasilkan ribuan bahkan jutaan kg sampah. Hebat bukan?maklum budaya konsumtif semakin di depan. Bagi penduduk di sekitar TPA keberadaan sampah adalah musibah. Maka tidak heran jika penduduk sekitar TPA pernah menolak keberadaan TPA tersebut karena mereka tidak ingin lingkungannya menjadi tidak sehat dan berbau akibat sampah. Sayangnya aspirasi warga tersebut tidak pernah di gubris oleh pemerintah daerah. Sebenarnya tuntutan warga yang menolak TPA bantargebang adalah manusiawi.

Kita semua mengerti bahwa sampah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bagian kehidupan disini diartikan bahwa sampah dekat dengan manusia yang secara sadar adalah makhluk menyampah. Sampah yang dibuang pada TPA cenderung asal-asalan. TPA selama ini dikenal sebagai tempat pembuangan akhir sampah manusia. Seolah-olah dengan adanya TPA segala permasalahan sampah telah berakhir. Namun dalam kenyataannya di lapangan TPA (tempat pembuangan akhir) sampah yang selama ini dikenal ternyata merupakan sebuah masalah besar. Makhluk menyampah ternyata tidak pernah memilah-milah jenis sampah yang dihasilkannya sehingga menyebabkan sampah yang ada di TPA bercapur aduk dan tidak jelas. Seharusnya sampah yang hendak dibuang dipilah berdasarkan jenis sampahnya, sampah organic atau non organic. Ketidakjelasan dan campuraduknya sampah di TPA mengakibatkan sampah sulit untuk di daur ulang. Maka jangan lagi beranggapan bahwa TPA adalah tempat pembuangan akhir sampah, tapi yang benar adalah tempat pembuangan sampah secara asal-asalan.

“Kita semua mengerti bahwa sampah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bagian kehidupan disini diartikan bahwa sampah dekat dengan manusia yang secara sadar adalah makhluk menyampah”.

Kali bengawan solo , Riwayat kini

Pastinya anda mengetahui arti sepenggalan lagu bengawan solo yang di ciptakan oleh gesang sang maestro. Kali bengawan solo dulu berbeda dengan sekarang. Dulu kali bengawan dijadikan sebagai sumber kehidupan bagi warga sekitarnya. Untuk mandi, minum dan irigasi persawahan. Namun, kini riwayatnya mendekati tamat (game over). Kali bengawan yang dulu pernah dijadikan sumber kehidupan sekarang menjadi tempat sampah. Manusia dengan sifat menyampahnya dengan enaknya berlomba-lomba membuang sampahnya ke kali bengawan. Tak peduli dan tak pernah memikirkan akibat atas ulahnya. Itulah sifat manusia. Sedikit demi sedikit sumber kehidupan mulai tercerabut berubah menjadi sumber bencana. Beberapa waktu lalu, kota solo dikejutkan dengan banjir bandang yang menyebabkan pemukiman/rumah tenggelam rata dengan luapan air kali. Kali bengawan solo riwayatmu kini. Selamat datang banjir!!!.

Selamanya manusia tidak akan pernah jera. Ketika musibah telah berlalu seakan segalanya telah selesai dan tidak akan pernah terjadi lagi (banjir_red). Padahal sampai kapanpun banjir dan bencana susulan lain akan segera datang. Selama kebiasaan negative yang bersarang dalam diri manusia untuk selalu nyampah terus ada, maka bencana akan selalu datang. Bencana menyerang tidak pandang bulu. Kaya ataupun miskin semua akan terkena dampaknya. Kita termasuk manusia yang penuh dengan sifat egoisentrisme, malas, seenaknya dan tidak mau peduli. Jika disinggung tentang penghasil sampah terbanyak maka manusia yang berpenghasilan banyak (kaya) adalah yang utama. Mereka lebih sering membeli sesuatu dalam jumlah berlebihan dan kemudian menghasilkan sampah yang berlebih juga. Namun perilaku orang yang berpendidikan (educated) tentu berbeda dengan orang tradisional (katro). Pendidikan mengajarkan manusia yang suka nyampah untuk bersikap peduli terhadap lingkungan. Lain halnya dengan orang tradisional yang senang menganggap remeh sampah dan tidak peduli.

Stop budaya konsumerisme

Manusia Indonesia sangat terkenal dengan julukan konsumtif. Sayangnya budaya itu adalah budaya yang dianggap wajar oleh manusia Indonesia. Mungkin sampai pada tahap rakus. Budaya konsumtif cenderung untuk memaksimalkan kebutuhan tertentu hingga pada taraf puas. Seperti diketahui, tingkat kepuasan yang pada diri manusia tidak ada habis-habisnya. Sumber daya alam yang harusnya dilindungi dan dijaga ternyata menjadi santapan manusia. Lebih buas dari hewan buas.

“Manusia Indonesia sangat terkenal dengan julukan konsumtif. Sayangnya budaya itu adalah budaya yang dianggap wajar oleh manusia Indonesia”.

Untuk mencegah gunungan sampah yang semakin tak terkendali maka langkah awal yang harus dilakukan yaitu stop budaya konsumtif. Budaya ini adalah pangkal utama terjadinya sampah dimana-mana. Yang kedua yaitu mencoba memahami hakekat sampah karena sampah dekat dengan manusia. Sampah tidak akan jadi malapetaka jika dimanajemen dengan benar dan tepat. Mulai sekarang cobalah memilah-milah sampah dan buanglah sampah pada tempatnya. Jangan asal-asalan!!!!!.

“Sampah tidak akan jadi malapetaka jika dimanajemen dengan benar dan tepat”.


[i]Lihat di majalah Basis edisi mei – juni 2007

Arti kata Katro berarti sikap dan perilaku yang kurang pada tempatnya atau dalam konteks lingkungan artinya sikap orang yang tidak perduli atau tidak mau tahu terhadap lingkungan, orang lain atau terhadap kebersamaan hidup (menurut Dr. Al Endang L. Binawan, Pengajar sekolah tinggi filsafat Driyakarya Jakarta).

Kata Tradisional bukan berarti orang desa/kampung, tapi dia orang kota yang sifatnya tidak jauh beda dengan perilaku katro.

3 thoughts on “Aku: Manusia Adalah Makhluk Menyampah!!

  1. hee salam kenal yawh

    wah wah ko isinya tulisan2 berat smw nich

    ini kopy paste atw bikin ndiri nich?!? :-p

    oya, aku juga punya blog di wordpress. boleh gak nanya, gimana caranya nampilin status ym sama badge flick na?
    cuz aku uda punya kode nya tapi kok gak bisa ditampilin

    thanks

    ^^

    iya salam kenal juga,….

    tmakasih dah bertandang ke blog aku…ah masa sih tulisannya berat biasa aja koQ..aku mash belajar..
    yah jadinya seperti ini..apa adanya..

    kode /script) buat YM nti kamu copy aja dr widget>teks

    ini kodenya :

  2. Iya ni mas. semarang jg. lbh dulu dr jakarta lo.
    malah kata masq, bakteri penyebab pnyakit dampak dr banjir d jakarta tahun2 belakangan diteliti di semarang. karena bakteri2 itu uda ada di semarang sejak jaman belanda.
    bahkan d semarang jg ada lab mikrobiologi khusus meneliti bakteri jenis itu…
    btw, skali2 kunjungi blogq dung. comment apa gt. hehehe

  3. Oalaaah… mau nyuruh buang sampah pada tempatnya to?! Kok pake acara panas dingin segala! Lagi meriang ya?? Hahaha…

    Bo, masyarakat kita belum familiar dengan pemilahan sampah. Jangankan mikir memilah sampah, buang sampah pada tempatnya aja masih susah. Padahal kan hobi kita dalam mengkonsumsi harusnya diimbangi dengan produktifitas mengelola sampah. Ya gak?! 😉

Leave a reply to risma Cancel reply